Rabu, 12 Juni 2013

Juru Parkir Penjaga Dompet


“ketika juru parkir mengalahkan pejabat”
 
Sore kemarin (11 Juni 2013) saat aku dan pacar baru pulang dari aktivitas masing-masing, kami memutuskan untuk nonton. Ups, jangan berpikir bahwa nonton disini maksudnya adalah di bioskop, dengan gambar kualitas HD dan suara kualitas Dolby Digital yang harus dibayar dengan tiket sebesar 25ribu rupiah. Nonton dalam kamus kami adalah berburu DVD murah (baca: bajakan), sediakan laptop, speaker serta cemilan ringan dan tidak di bioskop, melainkan di rumah (kost). Baiklah itu memang agak ngirit, tapi sudah sangat menghibur dan merelakskan otak yang lelah sehabis melakukan rutinitas.

Kami memutuskan tuk hunting DVD di daerah Dr.Mansyur-Medan. Ada satu tempat  favorit tuk hunting DVD disana, bahkan sudah jadi tempat langganan kami. Pacar setia dengan tas kecil buatan Eiger yang selalu nempel di bahunya. Dan seperti biasa, aku hanya memegang dompet. Hp sengaja kumasukkan  ke kantong celana, takut-takut terjatuh saat naik motor.

Sampai di tempat DVD kami memarkir motor dibadan jalan. Ada juru parkir yang bertugas mengarahkan posisi setiap motor yang parkir, dan parkir di tempat itu adalah gratis karena sudah menjadi salah satu fasilitas yang disediakan pengusaha DVDnya. Dengan nafsu berburu DVD, kamipun langsung masuk ke dalam toko.

Pilih punya pilih, akhirnya pilihan kami jatuh pada sebuah film yang bertemakan ‘balap’. Resume filmnya cukup menarik ditambah pemainnya rata-rata aktor kelas kakap Holywood. Sip, kaset diambil dan siap dicoba karena ditoko itu juga disediakan hampir sepuluh DVD dan TV untuk mencoba kelancaran kaset yang akan dibeli. Saat akan mencoba kaset aku melihat tanganku yang kosong. Rasanya ringan sekali, seperti ada yang kurang, sepertinya aku tadi memegang sesuatu ditanganku. Tapi apa ya?

Ya Tuhan!! DOMPETKU! Iya, dompetku tak ada! Tadinya kupegang, tapi sekarang tak ada. Aku panik kian kepalang, pacar juga ikutan panik. Dompetku hilang, dan aku tak tahu entah terjatuh dimana. Kudatangi gang tempat DVD yang sempat kupilih-pilih di dalam toko itu, takut-takut kalau dompetku terjatuh disitu, tapi sia-sia. Aku semakin panik. Lalu teringat tempat terakhir aku memegang dompet adalah saat diatas motor, dalam perjalanan menuju toko DVD. Aku langsung berjalan cepat ke tempat parkir motor dan....tebak apa yang kudapat?

Ada dompetku disana. Teronggok manis diatas jok motor. Warna cokelatnya memang tersamar diantara hitamnya warna jok. Tapi ukuran dompet yang besar membuat semua orang tahu bahwa itu dompet. Ah, syukurlah. Thanks God! You save me! You save my life for June! Cepat-cepat kusambar pacar yang sudah buru-buru keluar dari toko tuk memberitahu bahwa dompetnya sudah ketemu. Rasanya lega sekali dan kami langsung bergegas tuk pulang.

Sampai diparkiran, seorang juru parkir datang dan tersenyum. Dengan logat Kupang dia berkata: “Makanya jangan suka lupa dek. Kita orang sengaja jadikan dompetmu umpan, kalau-kalau ada orang mau ambil dompetmu, kita mau pukul itu orang. Daritadi sudah banyak yang lihat-lihat mau ambil, tapi entah kenapa tak ada yang berani sentuh.” paparnya.

Ya ampun, aku merasa tersentak sekali disitu. Aku kira dompetku berhasil kembali karena faktor keberuntungan. Ternyata ada seorang tukang parkir yang menjaganya dari jarak kurang lebih 2 meter sehingga tak ada orang yang berani mengambilnya, padahal lokasi parkir motor adalah di tepi jalan besar yang banyak dilalui orang. Dia tak berani menyentuh dompetku, takut-takut ada yang hilang. Tapi bukan berarti dia lepas tanggung jawab begitu saja. Di sela-sela waktunya menanti aku keluar, dia setia menjagai dompetku.

Dijalan aku memeriksa isi dompetku dan tak sehelai benangpun hilang dari dalamnya. Luar biasa sekali kejujuran dan tanggung jawab abang tukang parkir itu. Aku sampai merasa seperti ditegur secara halus oleh Tuhan dari atas sana! Ah, andai saja aku seorang pengusaha pasti tukang parkir itu langsung ku booking tuk jadi salah seorang pekerjaku. Cari orang pintar itu gampang sekali, tapi saat ini cari orang jujur jauh lebih sulit karena jumlahnya hanya ada 1 : 100 menurutku.

Abang parkir itu mencuri pikiranku. Sepanjang perjalanan pulang aku terus bersyukur bahkan mendoakan si abang tukang parkir agar murah rejeki dan diberkati Tuhan. Seorang juru parkir dengan tanggung jawab dan kejujurannya bisa mengalahkan pikiran pejabat negeri ini yang suka KORUPSI. Kalau saja semua pejabat negara berhati dan berpikiran sama seperti abang juru parkir pasti negeri ini bebas dari korupsi yang sekarang sudah seperti jamur di musim hujan.

Betapa terpukulnya aku dengan kejadian ini. Merasa sedang ditegur olehNYA lewat kebaikan orang lain. Banyak kesalahan yang telah kuperbuat dua minggu terakhir, bandel ku kumat, melalaikan saat teduh tiap pagi, melupakan doa malam dan meninggalkan doa pagi. Rasanya mulai jauh dariNYA dan kejadian ini mengingatkanku lagi untuk kembali ke jalur yang benar. Tuhan sering sekali menegurku dengan cara baik-baik, dan jika aku tak kunjung sadar barulah cara keras yang kuterima. Terimakasih Tuhan, sudah mau mampir lewat kejujuran abang tukang parkir itu. Abang juru parkir berlogat Kupang, aku doakan kamu jadi pejabat, someday!

Minggu, 02 Juni 2013

Telpon Mama


"Kisah ini adalah salah satu kisah yang membuatku merasa sebagai gadis 20-an yang sangat beruntung. Aku punya Mama yang hebat, Mama yang tidak menggurui, Mama yang tidak hobby menasehati namum Mama yang selalu ada disisiku bagaimanapun kondisiku. Tulisan ini kupersembahkan bagi Mama yang ulangtahun tanggal 13 Mei kemarin. "

Begitu banyak hal yang ingin kuceritakan tentang Mamaku. Mama memang sedikit cerewet dirumah, tapi aku tak keberatan punya Mama cerewet. Karena apa? Karena perhatian dan kasih sayangnya jauh lebih besar dari kecerewetannya. Dari sekian banyak hal yang ada diingatanku, aku ingin menceritakan salah satunya saja untuk kali ini. Judulnya adalaaaahh : Telpon Mama.

Telpon Mama adalah salah satu bukti nyata betapa perhatiannya beliau padaku. Manakala aku sakit, dia meneleponku 2 sampai 3 kali sehari. Di masa-masa normal (saat aku tidak sedang sakit) teleponnya berdering 3 sampai 4 kali seminggu. Dan saat aku sedang berada di luar Pulau Sumatera, wah bisa-bisa telponnya memanggilku setiap hari, tiada satu haripun yang terlewatkan.

Telpon Mama ini membuatku merasa beruntung dilahirkan di dunia. Pernah sekali waktu, ketika aku terbang ke luar kota yang cukup jauh dari tempatku tinggal, seorang teman curhat soal keluarganya. Begini isinya : “Aku punya Mama yang cukup keras, untuk menunjukkan perhatiannya saja dia enggan. Bahkan ketika aku akan bertolak ke pulau lain, Mamaku sama sekali tidak bertanya bagaimana persiapanku. Saat pesawatku ingin take-off dan sudah landing-pun Mama tidak menelponku sekedar bertanya apakah aku masih hidup atau sudah mati karena kecelakaan pesawat. Dan sudah tiga hari aku berada di pulau yang jauh dari rumahku, Mamaku tak pernah sekalipun menelpon menanyakan kabarku.”

Itu curhat yang miris. Dan beberapa waktu setelah aku mendengar curhat miris tersebut, aku mengecek Hp ku dan menemukan 5 missed call disitu. Hanya tertera satu nama penelpon yaitu : Ibunda. Oh Tuhan beruntungnya aku. Tiba-tiba saja aku kangen Mama saat itu. Mama yang bahkan sudah menelpon dua minggu sebelum keberangkatanku untuk memastikan bahwa aku sudah persiapan.

Mama juga tak pernah absen menelponku ketika aku akan melakukan hal-hal penting. Saat aku mau coba beasiswa, Mama telpon dan mendoakan. Saat aku mau seminar proposal, Mama menyemangati dan mendoakan. Saat aku PKL, Mama telpon dan tanya bagaimana perkembanganku di tempat yang baru. Saat aku ada kegiatan-kegiatan penting lainnya diluar kuliah, Mama telpon dan antusias mendengar ceritaku. Saat ada pengumuman penting dihidupku, Mama adalah orang pertama yang paling penasaran dengan hasilnya. Jika aku berhasil Ia akan memujiku, tapi jika aku kalah Ia akan menyemangatiku seolah-olah di depan sana ada hal yang jauh lebih baik.

Sebuah telpon dari Mama adalah sebuah bukti bahwa ia selalu mengingat anak-anaknya yang jauh dari rumah. Pertanyaannya adalah, jika kelak Mamaku menjadi tua dan lanjut usia, sanggupkah aku melakukan seperti yang dia lakukan padaku saat ini? Menelponnya barang dua kali seminggu, bertanya kabar, saling bercerita satu sama lain, bercanda dan saling menyemangati?

Aku harus sanggup! Dan yang terpenting dari semuanya adalah, tidak hanya dengan Mamaku, tapi juga dengan Ayahku. Oh, aku rindu Ayah juga melakukan hal yang sama dengan yang Mamaku lakukan, bukan sekedar sms di awal bulan yang mengatakan uang bulanan sudah dikirim. Atau jangan-jangan aku-lah yang tidak menyamakan perlakuan pada Ayah seperti yang kulakukan pada Mamaku?