Kamis, 28 Agustus 2014

Wanita di Ujung Cermin

Aku bermimpi melihat seorang wanita di ujung dermaga
Indah, tatapannya dibalut kelembutan
Dengan matanya ia menaklukkan banyak jiwa
Siapa yang tidak luluh melihat mata itu?

Aku bermimpi melihat wanita di ujung jalan
Raganya terbuat dari partikel-partikel ketegaran
Tiada yang bisa menebak apa yang disimpannya dalam raga itu
Hanya dia yang tahu

Aku bermimpi melihat wanita di ujung kabut
Dia tersenyum sendu
Tapi ku tahu hatinya ingin bebas dari sesuatu
Apakah yang menghalangimu wahai wanita seburam kabut

Aku bermimpi melihat wanita di ujung butiran air
Jiwanya tenang bak aliran air yang mengalir dari kaki gunung, dalam hutan ecalyptus

Aku bermimpi melihat wanita di ujung cermin
Wanita itu tersenyum padaku
Aku mengenalnya, aku kenal senyuman itu

Wanita di ujung dermaga, wanita di ujung jalan, wanita di ujung kabut, wanita di butiran air,
Dia tersenyum padaku
Aku melihatnya saat aku berdiri di badan cermin~

Saya Tidak Tahu Mengapa Begini

Sudah hampir satu jam berusaha menyelesaikan satu tulisan dan gak selesai juga.
Semakin dibaca, isinya semakin lari dari judul.
Judulnya A tapi isinya Z, entah mengapa bisa begini.
Daripada frustasi karena tulisan yang dinaksud ga kelar-kelar, lebih baik bikin tulisan atah berantah yang gak ada maknanya.

Apakah aku sedang kacau sehingga tidak bisa menulis dengan baik?
Atau fokusku terganggu dengan keramaian dan suara-suara ini?
Atau kemampuan menulisku mulai menurun karena tidak dibiasakan lagi?
Atau karena saraf-saraf otak kananku ikut membeku akibat dinginnya udara Berastagi malam ini?
Ah, entahlah~

Terus sekarang mau bikin tulisan apa ini?
Ya tulis ajalah semua yang terketik oleh papan keyboard.
Bla bla blaa, aku mulai kehilangan fokus.
Rindu menulis, tapi tulisan yang mau ditulis pun ga nyambung.
Banyak kata-kata terlintas di pikiran tapi sepertinya agak kaku untuk merangkainya.

I need passion to write!


*ditulis dengan perasaan yang ga jelas*
SEKIAN~

Minggu, 22 Juni 2014

I WIN TODAY : SUNDAY WINNER!

Yuhuuu It’s Sunday. Hari yang belum tentu bebas bekerja. Apa yang ada di pikiranku saat hari minggu tiba? Kalau lagi di Berastagi? Of course kegiatan program mau tidak mau harus dijalankan, harus me-lead tim untuk menjalankan agenda di hari itu. Lalu kalau sedang di Medan? Lagi-lagi Minggu belum tentu jadi day off. Kalau lagi di kamar mandi, harus ngeliat tumpukan pakaian kotor yang seember. Woo, belum tentu seember, aku belum melupakan kain yang digantung di belakang pintu plus kain kotor yang ku bawa dari bekerja. Ada sisa-sisa debu vulkanik disitu. Belum lagi kalau lagi rebahan di tempat tidur, ada aroma debu dari bantal dan sprey yang lebih sering ditinggali oleh si empunya. Tempat tidur yang tidak nyaman memanggil niat untuk jemur kasur dan ganti sprey. Lalu kalau nginjak lantai? Ada debu yang harus dipel dari situ. Lemari dan meja juga ga kalah tebal debunya, mau ga mau harus dilap juga. Aaaarrrgh, jadilah minggu harinya bekerja. Kalau bukan pekerjaan kantor ya pekerjaan rumah. Kira-kira begitulah yang terjadi hampir setiap hari minggu selama aku bekerja.

Hari ini, hari Minggu ini aku merasa menang. Menang atas segala keinginan untuk bersih-bersih apalagi untuk berleha-leha di hari minggu. By the way perlu kalian tahu bahwa aku sudah jarang ke gereja. Juni baru ke gereja dua kali, sedang Mei sama sekali tidak pernah gereja. Oh I can see a pair of horn on ma’head. Yes, It’s a devil’s horn! 

Selalu ada alasan untuk segala hal, bahkan selalu ada alasan untuk setiap kesalahan. Kata Pastur Lister “Kadang-kadang pengandaian tidak selalu benar.” Quote yang tadinya kusepelekan karena disampaikan dengan cara yang salah kemudian kusadari akhir-akhir ini bahwa quote itu memang benar.

Hari minggu sebagai hari bekerja tentu menjadi alasan mengapa aku sudah jarang ke gereja. Kadang aku menyebut hari minggu sebagai ‘Hari menyuci sedunia’ atau ‘Hari malas-malasan sedunia’ atau yang paling ekstrim ‘Hari sesuka gue sedunia’.

Hari ini aku bangun jam 8. Jangan tanya mengapa karena ku sudah menyerah untuk menemukan alasan yang tepat untuk itu. Aku tidak mengabaikan niat yang datang dari hati untuk bisa ibadah pagi. Okay, gereja kan masuknya jam 10, sementara ini masih jam 8. Aku mulai merendam sepatu, kain kotor dan menghidupkan laptop sambil menunggu kain-kain ku siap dicuci. Jam 9 berlalu, dan aku masih belum sarapan juga. Mata masih tetap nempel di layar laptop, aktivitas-aktivitas seperti mantengin sosmed, liat-liat foto, sortir-sorti file dan bersih-bersih folder sudah kulakukan selama satu jam. Aku mulai mengabaikan niat ke gereja. Duh, belum lagi kain kotor yang sudah menunggu di kamar mandi. Atau gereja sore aja ya? Atau sekalian aja ga usah gereja? hihihi. The devil’s horn suddenly appear!

Lama aku perhatikan jam sambil mikir-mikir apakah aku jadi gereja atau tidak. Arrgh, memang selalu banyak cobaan jika mau datang padaNYA. Aku ga boleh kalah! Tiiit, tombol shut down ditekan dari laptop dan langsung bergegas beli sarapan. Aku hanya punya waktu kurang lebih setengah jam untuk mandi dan sarapan. Jam 10 kurang 15 harus sudah berangkat. Huh hah huh hah, finally bisa tiba di gereja jam 10 kurang 5 dan lega luar biasa bisa menang melawan cobaan di pagi ini. hahaha. The devil’s horn dissapear now!

Kotbah pendeta di gereja tadi benar-benar menamparku hari ini, tamparan yang lumayan sakit dan aku harus malu pada diriku sendiri. Katanya tadi hari minggu bukanlah hari dimana kita harus fokus untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum sempat dikerjakan pada enam hari sebelumnya, hari minggu bukanlah hari ‘jemur-jemur tilam dan bersih-bersih rumah’. Hari minggu seyogianya betul-betul di fokuskan untuk mengistirahatkan jiwa dari segala beban pekerjaan di hari-hari sebelumnya. Hari minggu adalah harinya Tuhan, seperti lirik lagu sekolah minggu yang sudah tertanam di ingatanku. Boleh sih jika mau bersih-bersih, tapi jangan jadikan itu prioritas hingga harus mengabaikan ke gereja. Ibadah itu layaknya charger jiwa, jiwa yang dipenuhi dengan damai Kristus akan menguatkan kita melalui hari demi hari hingga tiba waktunya lagi kita bertemu dengan Tuhan dan jemaatnya.

Aku bersyukur sekali bisa ibadah hari ini, aku merasa semangat dan passionku sudah penuh kembali untuk melakukan pelayanan kemanusiaan enam hari ke depannya. Hari ini aku menang tapi aku menyesalkan kekalahanku yang sudah terlalu banyak. Kenapa ke gereja aja susah ya? Kepenuhan hari ini semoga cukup untuk senantiasa mengingatkanku bahwa tidak ada alasan untuk tidak datang pada Tuhan. Sebetulnya ada banyak keuntungan yang kita dapatkan jika kita ke gereja. Memang, gereja bukanlah untuk mencari untung, tapi kalau memang butuh alasan rasional untuk itu aku siap mengeluarkan alasan-alasan yang ada di kepalaku ini.

Mau tahu keuntungan-keuntungan jika datang ke gereja? Aku jelaskan secara kronologis ya.

Pertama, aku pergi ke gereja dengan angkutan umum. Seperti pagi ini aku berangkat dengan becak. Nah ongkos becak yang kuberikan itu tentu sudah membantu abang tukang becak mengumpulkan pundi-pundi nafkahnya hari ini. aku sudah beramal dan membantu orang mencari nafkah. Satu!

Dua, saat kita bernanyi dan memuji Tuhan di gereja, lirik demi lirik yang kita nyanyikan akan kita resapi sebagai jawaban atas pergumulan hidup yang sedang atau pernah kita rasakan selama ini. sadar nggak sih, dalam pujian penyembahan sebetulnya ada jawaban-jawaban Tuhan untuk setiap persoalan yang kita sedang hadapi. Contohnya lagu ‘Allah Peduli’ atau lagu ‘JanjiMU sperti Fajar’. Lirik lagunya sebetulanya sudah jelas merupakan jawaban atas segala pergumulan hidup.

Tiga, yang paling penting dan yang paling essensial : Kotbah Hamba Tuhan. Di dalam kotbah banyak pengetahuan dan pemahaman alkitabiah yang bisa kita dapatkan. Yaaa, semua pendeta pasti punya plus-minus dalam penyampaian kotbah, namun jika tubuh dan roh sudah tertuju pada firmanNYA, kita akan lebih fokus kepada isi daripada cara penyampaian. Di dalam moment kotbah ini sebetulnya ada penguatan dan pemulihan yang kita butuhkan untuk mencharger jiwa yang sudah melemah karena berbagai rutinitas.

Empat, dalam setiap doa yang dipanjatkan bersama jemaat maupun pribadi adalah kesempatan dimana kita mendapat kepenuhan roh, semangat dan damai sejahtera untuk menjalani hari-hari berikutnya. Dalam doa ada hubungan pribadi dengan Tuhan yang terbangun, dan doa juga sebetulnya melatih kita untuk berkomunikasi dan berdiplomasi. Ceileh.


Lima, dalam setiap rupiah yang kita persembahkan ada kontribusi yang kita berikan untuk membangun tubuh Kristus. Saat memberikan persembahan kita sudah ambil bagian dalam mendukung pelayanan baik di dalam gereja maupun di luar gereja. Di gereja X ini misalnya, persembahan pertama digunakan untuk mendukung pelayanan di gereja, sedang persembahan kedua digunakan untuk mendukung misi penginjilan kepada suku-suku terasing yang belum mengenal Tuhan. Lagi-lagi keuntungan bagi kita bisa turut ambil bagian dalam membangun kerajaan Kristus di dunia.

Enam, sama seperti alasan yang pertama. Ongkos pulang dari gereja hari ini bisa membantu orang lain mencari nafkah. Hahaha, liat donk betapa realnya alasan-alasan ini. Meski mungkin terdengar sedikit konyol, tapi percayalah kawan, gereja itu tidak sesederhana kamu datang, nyanyi, dengar kotbah dan pulang.

Tujuh, delapan, sembilan, dst.. Keuntungan-keuntungan lain yang bisa kamu tambahkan dari pikiran mu sendiri, hihihi.

Tulisan ini sengaja ku buat untuk mengingatkan diriku jika tanduk devil itu mulai muncul lagi. Aku berharap saat aku mulai malas ke gereja aku bisa berefleksi dari membaca tulisan ini. Tidak menutup kemungkinan sahabat sekalian juga bisa menggunakannya sebagai penyemangat untuk datang ke gereja. Kemenanganku hari ini adalah titik awal untuk membalaskan kekalahan-kekalahan sebelumnya. Gereja tetap harus menjadi prioritas di hari minggu, dan semoga tidak ada lagi alasan pembenaran untuk tidak melakukannya. Aku menang hari ini!

Kamis, 24 April 2014

Dear Pasangan Yang Kutemui di Bus

Ini kejadian tiga hari lalu saat aku dalam perjalanan pulang dari kota kelahiranku menuju Medan. Di stasiun bus yang kutumpangi aku berjumpa dengan pasangan ABG yang membeli tiket setelahku. Tentu saja mereka duduk berdua. Selama tiga jam perjalanan aku tidak terlalu memerhatikan mereka karena aku terlalu terhanyut pada headset yang memainkan playlist favoritku. Akhir-akhir ini aku sedang senang mendengarkan lagu-lagu LORDE, Selena Gomez, US dan Trio Cover Melow : Gamaliel, Audrey, Cantika. Lagu teratas di playlistku adalah I will wait for U-nya US. Aku juga tertidur hampir di setengah perjalanan pulang itu.

Sampai di Medan, aku turun dan langsung mengambil bus yang mengarah ke kostanku. Si biru 135 tentu menjadi satu-satunya pilihan. Begitu naik ke bus, aku lagi-lagi bertemu dengan pasangan yang tadi kulihat di stasiun. Aku malah duduk tepat di hadapan mereka.

Mereka, pasangan ABG yang sedang dalam tahap dekat-dekatnya dan hangat-hangatnya. Sial, aku cemburu! Sudah lama sekali rasanya tidak ada pasangan yang menemaniku dalam perjalanan pulang. Dulu sih ada, tapi duluuu banget, sudah hampir empat tahun lalu. Tapi bukan itu sih point pentingnya. Aku diingatkan beberapa hal dari pasangan muda itu. Abaikan dulu rasa cemburuku.

Dear pasangan yang kutemui di bus,
Terimakasih karena dari kalian aku diingatkan kembali bagaimana rasanya disayangi dan dijagai. Aku bisa melihat ada kedamaian dan rasa safety yang terpancar dari raut wajah si cewe ketika pacarnya dengan setia menjaga dia dan menggenggam tangannya saat dia tengah pusing karena mabuk perjalanan. Rasa 'terjagai' itu luar biasa loh damainya.


Dear pasangan yang kutemui di bus,
Terimakasih karena dari kalian aku diingatkan kembali bagaimana senangnya ditemani dalam perjalanan pulang. Perjalanan tiga jam rasanya berlalu begitu cepat karena banyak cerita yang bisa dilahap sepanjang perjalanan dan yang paling spesial itu kalo ngantuk bisa nyandar di bahu pasangan, hihi. Oh tenang saja, aku pernah kok merasakannya.

Dear pasangan yang kutemui di bus,
Terimakasih karena dari kalian aku diingatkan kembali bahwa terkadang kita lupa waktu, tempat dan kondisi ketika kita bersama pasangan sehingga ada orang lain yang merasa risih dan cemburu. Aku berada dalam golongan yang 'tercemburukan' saat itu. Hah!

Dear pasangan yang kutemui di bus,
Terimakasih karena dari kalian aku diingatkan kembali akan indah dan hangatnya kisah kasih masa ABG dulu. Seperti melihat diri di masa lalu saat melihat kalian. Tanpa dusta, sepanjang perjalanan aku sangat tertarik memerhatikan bahasa tubuh kalian selama aku duduk di depan kalian.

Dear pasangan yang kutemui di bus,
Terimakasih karena dari kalian aku diingatkan kembali bahwa aku pernah ada dalam kondisi co-depedency dan adiksi terhadap relationship. Betapa aku diingatkan bahwa aku pernah mengalaminya di masa lalu, mengalami cinta yang minim logika. Tapi sungguh tidak ada yang kusesali dari itu. Waktu aku cerita tentang itu, seorang kakak pernah bilang padaku bahwa kita memang harus mangalami cinta yang buta dulu agar ke depannya kita bisa lebih baik lagi dalam menjalani relationship.

Dear pasangan yang kutemui di bus,
Terimakasih karena dari kalian aku diingatkan kembali bahwa cinta yang kupunya dan kujalani seumur hidupku sebagian besarnya adalah cinta dunia yang egois. (endingnya ga enak) --

Senin, 21 April 2014

First Wish Granted!

"Di malam ulang tahunku yang ke 22 lalu aku berdoa dalam linangan air mata meminta beberapa hal dari Tuhan sang Maha Pemberi sebagai wish ulang tahunku. Aku memang punya keyakinan yang kuat akan keajaiban wish ulang tahun karena hampir semua wish ulang tahun yang pernah ku minta, dikabulkan olehNYA."

13 Oktober 2013, aku meminta 5 hal yang kukemas sebagai wish ulang tahunku. Puji Tuhan, sang Maha Pemberi sepertinya mendengarkan doaku malam itu sehingga di bulan Maret silam, aku mendapatkan salah satu dari 5 hal yang kuminta.

Permintaan yang ada di list nomor satu ku adalah : bekerja di Non Government Organization (NGO) untuk menjadi pekerja sosial. Maret lalu, Tuhan betul-betul menjawab doaku dan memberiku kesempatan untuk menjadi bagian dalam pelaku-pelaku pekerjaan kemanusiaan yang tidak gampang ini. Aku bekerja di tempat yang kuminta sekarang www.caritaspse.or.id

Pekerjaan ini telah kuanggap sebagi berkat tiada tara dari Tuhan. Mengapa tidak? Selain ini adalah permintaan ulang tahunku, lewat pekerjaan ini Tuhan juga mengijinkan aku belajar dan berproses dalam banyak hal yang belum aku dapati sebelumnya. Pekerjaan ini mengharuskan aku menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Aku juga belajar dari wanita-wanita kuat yang kutemui dalam perjalanan pekerjaanku.

Kakak koordinatorku yang berjuang mati-matian demi memback-up teamnya, kakak mantan staff kesehatan berhati "Mother Theresa" yang rela mempersembahkan seluruh hidupnya untuk Ibunda tercintanya, dan kakak baru yang begitu luar biasa berjuang untuk bangkit dari banyak akar pahit dalam kehidupan masa lalunya. Belum lagi pasangan suami-istri yang mempertahankan rumah tangganya dengan luar biasa walau harus menunggu sembilan tahun untuk mendapatkan buah hati. Betul-betul inspirasi-inspirasi hebat telah mampir dalam perjalanan pekerjaanku dan tentu saja dengan ijinNYA.

Sifatku yang ceroboh dan pelupa sedikit demi sedikit mulai 'dibereskan' disini. Aku belajar mati-matian melawan sifat cerobohku dan tidak melupakan detail sekecil apapun dalam pekerjaanku. Meski terkadang masih ada satu-dua hal yang terlewatkan, aku cukup puas dengan kemajuanku yang sekarang. Demi mengatasi sifat pelupaku, aku membawa pulpen dan catatan kecil kemana-mana guna mencatat hal-hal kecil yang nantinya bisa menjadi hal yang sangat penting untuk dilaporkan.

Seorang inspirator keren pernah bilang padaku "Tidak ada perjalanan job yang sia-sia" dan demi hidupku yang sekarang, aku bersumpah bahwa kata-kata beliau itu adalah fakta yang paling fakta! (apa sih?). Dari pekerjaan ini aku mendapat alasan yang begitu banyak untuk mensyukuri hidupku karena semakin kesininya, semakin aku percaya bahwa Kasih Tuhan sungguh luar biasa dalam hidupku.

  Terimakasih telah menghidupkanku kembali lewat pekerjaan ini ya Yesus Sang Maha Guru yang Mulia!

Minggu, 16 Februari 2014

We're Ridiculous : Means Great!

4 Juni 2010 : Yeah, that was our day! Hari dimana kau menginginkan aku jadi pacarmu. Do You remember what happened on that day? Masih ingat kata 'eksternal' dan 'internal'? Haha. Dan yang paling terpenting di hari itu adalah, untuk pertama kalinya dalam 19 tahun usia hidupmu, kau mendapatkan kekasih. Sulit dipercaya orang sepertimu belum pernah sekalipun pacaran dan baru kali itu menyatakan perasaan pada seorang wanita. Itu 4 Juni 2010.

Sekarang Februari 2014,

Sudah lama hari itu berlalu, namun ingatan 'internal' dan 'eksternal' masih sering kita bawa dalam canda tawa ulasan flashback hari itu. Sudah lama kita bersama, 3 tahun 8 bulan (hingga saat kutuliskan ini). Banyak proses yang kita alami, banyak moment yang kita habiskan bersama. Kita adalah pasangan 'ridiculuos' yang artinya bagiku : HEBAT!! Gak akan habis dalam satu artikel untuk bercerita tentang moment-moment gila kita.


Di akhir bulan, biasanya kita mengumpulkan uang seribuan atau dua ribuan demi seporsi 'Ayam Paprika' di Warung Cinta Rasa. Entah kenapa semakin mendekati akhir bulan, tuntutan makan enak semakin besar. Kita senang menghabiskan rabu dan senin di salah satu tempat makan 'fastfood' yang sangat kita sukai.

Setiap harinya aku menanti kau mampir ditempatku. Aku menanti suara gas dari sepeda motor mu dan sangat hapal bagaimana caramu melepaskan ganjal sepeda motormu, sangat tidak halus. Aku juga hapal langkah kaki dari sendal Eiger mu. Langkah kaki yang agak terseret dan juga agak berisik.

Kau ingat kan cara unikku dalam menyambut kedatanganmu? Ingat ekspresi wajah ngambekku? Ingat ekspresi wajah ekstrimku yang bahkan pernah kau foto di hp mu? Dan kenapa kau selalu keberatan jika aku melepas helm mu? Itu kan 'mengganggu penghuni kebun binatang'. Hahaha

Melihatmu kelaparan adalah episode lain dari dirimu. Well, sepertinya memang dari dulu kau tidak pernah ramah dengan perutmu yang sedang kelaparan. Aku selalu mengaitkan kebenaran teori emosi berbanding lurus dengan perut yang sedang lapar. Dan teori "Jika ingin memenangkan hati pria, maka menangkan dulu perutnya" adalah teori yang sangat suitable untukmu. Ingat apa jawabanku atas teori ini? "Wanita gak harus jago masak!!" atau "Wanita ga selamanya bisa multi-tasking". Kita selalu berperang dengan teori wanita jago masak vs wanita gak harus jago masak.

Ingat cerita empat bersaudara : Gobhuii-Gobhaiing-Gobhalang-Gobhunal? Empat bersaudara yang malang karena sering sekali kita bully. Walaupun mereka tokoh fiksi tapi ceritanya real di ingatan kita. Gobhuii -benda mati- yang imajinasi kita hidupkan dalam bentuk cerita. Gobhuii yang malang karena hampir empat tahun tidak pernah di laundry.

Kita seperti seniman yang berkolaborasi. Aku menulis dan kamu memvisualisasikan tulisanku. Entah kenapa kita yang sudah berusia 20-an tahun punya banyak cerita fiksi dan tokoh fiksi. Ayo cerita tentang tokoh fiksi lainnya. Rusa? Musang? Kelinci Sapi? Myosin? Ordo Mamalia? Ordo Insecta? Kelinci Gondrong? Anjing Nuning? Atau penghuni kebun binatang lainnya? Hey, atau kau ingat lagu "Que Sera-Sera" yang kunyanyikan bersama iklan? Hahaha.

Tau 'nasi aking' kan? Makanan survive mu yang kau paksakan bisa ku makan juga? Ngeri genk makan nasi campur air panas! Hahaha. Tau kan versi becandaan kita yang: terpal misop, gerobak pansit, akar toge, petasan cabe, biji salak, biji semangka. Ingat teriakan dan lagu ekstra sopran ku? Atau lagu: Bila topan kras melanda hidupmu yang kunyanyikan di depan Mawar lalu setelahnya kita lari-larian kecil karena hampir mati tertawa?

Ingat keceriaanku di depan Topaz dengan kata "bilang"? Atau tempelan-tempelan konyol yang ada di dinding kamarku tentang kita? Semisal gambar jelekku, foto TK ku dan Meme Comic ala 'Indonesian Idol'mu? Belum lagi gambar-gambar lain yang kau buat di catatan-catatan kuliahku. Aku selalu iri dengan kemampuan menggambarmu dan selalu kesal karena gambar bebekku yang jelek dan lebih cocok dibilang sebagai gambar ayam.

Terimakasih ya sudah mengajariku bermain gitar. Walau jari tanganku tak selihai jari tangamu dalam memetik gitar, setidaknya aku tahu cara memainkan gitar darimu. Banyak sekali yang ingin kutuliskan, tapi aku tahu tidak akan cukup ruang dan kata-kata yang aku punya untuk menceritakan semua kegilaan kita.

Kau tahu, banyak sekali orang yang kita buat iri dengan cara kita 'berteman' dan lewat tulisan ini yok kita minta maaf untuk semua orang yang pernah kita buat iri. Terkadang kita lupa tempat, lupa waktu dan lupa kondisi, tapi ku tahu kita pasangan yang tidak pernah menghindar dari pembaharuan dan perubahan. Banyak sifat payahku yang pada akhirnya berubah di tanganmu seperti juga banyak sifat payahmu yang berhasil kuubah. Kita berproses dan berprogress dengan cukup hebat dalam hubungan ini dan aku bangga bersamamu.

Perasaan 'secure' yang aku rasakan selama denganmu adalah sebuah feeling lain yang tidak aku dapatkan sebelumnya. Aku tahu dengan siapa aku percayakan hatiku. Aku tahu dimanapun kamu berada kamu selalu menjagaku dan kepercayaanku. Kamu ngga akan berani menggoda wanita lain (termasuk room number 3), huahahaha. Justru aku yang lebih bandel darimu soal ini dan maafkan kebandelanku selama ini ya. Terimakasih sudah membebaskanku dari banyak hal yang aku sendiri belum tentu bisa melakukannya untukmu. Aku selalu rindu punya kebesaran hati seperti yang kau miliki. Maafkan aku yang terkadang egois dan posesif. Maafkan aku juga yang selalu membuatmu malu di depan penghuni room number 3, huahahahahaa.


Kita percaya bahwa pelabuhan itu masih jauh dari tempat kita berpijak sekarang ini. Jadi, kemanapun nanti cerita kita berlabuh, aku tahu, kamu tahu dan hati kita juga tahu kita tidak akan pernah menyesali apa yang pernah kita miliki dan lewati. Kamu, seniman hebat yang akan selalu jadi alasan bersyukurku karena denganmu aku pernah merasakan kegilaan dan kekonyolan hidup. Terimakasih sudah jadi partner terhebatku, teman suka-dukaku, sahabat hati dan teman 'injury time'ku. Aku rela stock makananku habis tak berbekas tiap kali kau ada disini.


Buat kita yang hebat,
Bibib - Pipip
❤️

Sabtu, 04 Januari 2014

Filosofi Sayap Ayam

~Ini cerita agak filosofis. Mama sendiri yang mengingatkannya.~


Liburan Natal dan Tahun Baru cukup menjadi alasan bagi Mama untuk masak enak dirumah. Untuk liburan musim ini, Mama memilih menyembelih ayam kampung yang sudah dibesarkan dengan tangannya sendiri. Saya tentu menjadi asisten Mama saat beliau menyiapkan masakan istimewa ini.

Kami memilih ayam jantan yang paling besar dan yang paling bohai untuk disembelih dalam rangka menyambut malam pergantian tahun. Selesai menyembelih ayam dan menyiapkan segala bumbu, tiba-tiba Mama teringat sesuatu. Mama teringat akan bagian dari tubuh ayam yang dari saya kecil telah menjadi bagian favorit saya. Hebatnya saya, sejak kecil hingga sekarang, tiada satupun orang rumah yang menjadi saingan saya mendapatkan bagian tubuh ayam yang satu itu.

Bagian yang saya maksudkan itu adalah : "SAYAP AYAM". Ini merupakan bagian sakral dari organ tubuh ayam yang harus dan wajib dipersembahkan untuk saya tiap kali ada sembelihan ayam dirumah. Hahaha. Dari kecil, saya memang menyukai bagian yang satu ini. Saya ngga tau sih gimana awalnya, tapi seingat saya, dari saya SD, saya sudah menjadi pemburu sayap tiap kali ada masakan ayam dirumah saya ataupun dirumah keluarga saya yang lain.

Dari dulu setiap kali Mama masak ayam, Mama selalu mengingatkan seluruh penghuni rumah bahwa bagian sayap adalah milik saya. Walaupun sesungguhnya saya tidak pernah mengklaimnya, tapi aturan tidak sengaja ini sepertinya diterima oleh semua orang rumah. Mulai dari Bapak, Mama, Abang dan Dedek, semuanya secara sadar tidak akan memakan sayap ayam jika saya ada dirumah karena mereka tahu itu adalah bagian favorit saya. Saya tidak hanya mendapatkan salah satu bagiannya, tapi bisa keduanya. Sayapnya -baik yang kanan maupun yang kiri- adalah jatah saya. Bayangkan kengeriannya!

Saya jadi ingat filosofi yang pernah saya dengar dari beberapa keluarga saya tentang sayap ayam ini. Sewaktu ada acara dirumah keluarga dari pihak Mama saya, kebetulan masakan yang disajikan adalah ayam gulai. Mama sepertinya begitu hapal dengan keinginan saya, sehingga saat acara makan bersama Mama bilang: "Eh, sayapnya kesukaan si Epi tuh. Kasih sayapnya sama dia yah." Dan saat Mama bilang gitu, secara spontan salah satu anggota keluarga saya bilang: "kalo suka sayap tandanya suka merantau loh, suka terbang kemana-mana, panjang kakinya". Hahaha, saya sih dulu ngga pernah menganggap serius filosofi itu.

Kejadian yang sama juga terjadi saat keluarga saya makan bersama sehabis ziarah dari makam orangtua Opung saya. Kala itu kami disuguhkan makanan Ayam (Dayok) Nadiatur. Dayok Nadiatur adalah makanan khas Simalungun (by the way, saya Simalungun). Dan begitu ayam dibagikan, Mama seperti biasa juga sangat hapal gerak tubuh saya yang mengincar sayap ayam. Ketika Mama bilang saya menginginkan sayap ayam, sontak salah satu Makkela (Paman) saya bilang: "Wah, suka sayap ya? Suka terbang lah ya. Suka berpetualang".

Kalau dipikir-pikir mungkin sangat wajar mengapa sayap ayam dikatikan dengan filosofi suka jalan-jalan, gemar berpetulang, perantau dan hal lain yang melibatkan aktivitas berlari dan terbang. Kan sudah jelas, sayap fungsinya adalah untuk terbang, untuk berpindah dari satu titik ke titik lainnya. Untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.Flashback Mama di dapur mengingatkan saya akan filosofis ini. Saya -si penyuka sayap ayam-. Apakah benar filosofi sayap ayam ini cocok untuk diri saya? Let's see!

Kalau dibilang suka jalan-jalan,
Wah jangan ditanya deh. Iya, saya suka, selalu suka dan akan terus suka jalan-jalan. Saya suka berkunjung ke tempat yang baru, apalagi jika tempat itu adalah obyek wisata baik wisata alam maupun budaya. Tempat favorit di list teratas saya adalah pantai. Sebenarnya saya juga suka daerah perbukitan dan gunung, tapi saya punya masalah dengan yang namanya hawa dingin. Saya tidak terlalu kuat dengan udara dingin. Rasanya dingin itu bisa meremukkan tulang-tulang saya. Namun biarpun begitu, saya masih suka hunting wilayah perbukitan dan gunung untuk dikunjungi.

Satu hal yang menjadi refleksi saya dari filosofi sayap ayam itu adalah perihal suka merantau ataupun suka berpetulang. Hmm, agaknya filosofi sayap ayam ini menyuruh saya bertanya pada diri saya, benarkah saya siap merantau? Benarkah saya si petualang sejati itu? Apakah saya siap berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain?

Agak berat menjawabnya, karena saya sudah tahu apa jawabnya. Saya, yang saat ini tengah berjuang untuk lepas dari zona nyamannya kembali merimang-rimangi filosofi sayap ayam yang sederhana namun hebat itu. Saya, yang saat ini sulit sekali move dari 'tempat' saya yang sekarang kembali mempertanyakan benarkah filsosofi sayap ayam itu cocok untuk saya?

Sejak mama mengingatkan soal sayap ayam, saya agak kepikiran dengan filosofinya. Saya, yang hingga saat ini berat melepas apa yang saya punya tergugah untuk bertanya: "Apakah saya belum BISA melepas, ataukah belum MAU melepas?". BISA dan MAU tentu adalah dua hal yang berbeda. Jika kita mau, kita pasti bisa, kita pasti dapat kekuatan entah darimanapun itu. Tapi jika kita tidak mau, bagaimana mungkin kita akan dimampukan?

Saya mungkin sudah terlalu nyaman dengan apa yang saya punya di kota saya yang sekarang ini. Sahabat, kekasih, keluarga, dan semuanya membuat saya berat melangkah keluar dari kota ini. Padahal ini saya, Evi si penyuka sayap ayam. Bukankah seharusnya filosofi yang melekat pada sayap ayam ini juga melekat pada diri saya?

Malam terakhir di tahun 2013 saya makan sayap ayam favorit saya, pagi hari pertama di tahun 2014, saya makan bagian sebelahnya lagi. Saya -si pemburu sayap ayam- sungguh saat ini tengah berjuang agar filosofi sayap ayam yang saya makan itu melekat pada diri saya. Saya ingin dan akan berusaha menjadi pemberani dan menjadi petualang sejati. Evi, si penyuka sayap, mengapakah kamu takut untuk terbang? Bukankah pemandangan dari atas sana jauh lebih indah??