Jumat, 27 Desember 2013

Cerita Akhir Tahun

Akhir tahun punya makna tersendiri bagi saya.
Mengingat apa yang sudah terjadi, apa yang sudah saya alami, sembari bertanya pada diri sendiri: sudah dimana sekarang, sudah seberapa jauh pencapaian tahun ini dan mau diarahkan ke mata angin mana layar kapal saya tahun depan.

Lebih dalam dari pertanyaan-pertanyaan itu, saya cenderung ingin berefleksi : "Sejauh apa rasa syukur saya terhadap apa yang saya punya setahun ini?"

Iseng-iseng pengen flashback apa yang saya dapat, apa yang saya raih, dan apa yang saya punya setahun ini. Saya berusaha mengingat segala moment-moment penting dan berharga yang Tuhan berikan pada saya setahun terakhir ini. Harapannya adalah agar saya bisa bersyukur lebih lagi akan apa yang saya dapat sedang orang lain belum tentu dapatkan.

Januari 2013 :
Senang sekali saya bisa menginjakkan kaki ke Pulau Jawa untuk pertama kalinya. Dan hey, ini adalah kali pertama saya naik pesawat dan semua-muanya adalah gratis atas nama Indofood. Nama kapten pesawatnya: Alvaro. Nama yang berarti sesuatu bagi saya, hehehe.


Februari 2013 :
Saya mulai membangkitkan kembali hobby menulis saya. Sesuatu yang sudah lama sekali tidak saya lakukan. Saya menemukan dua diary SMA milik saya dan agak terenyuh karena rindu dengan hobby menulis seperti itu. Yah, walaupun isi diary SMA saya itu....mm, kalo kata orang Karo : Lah terkatakeun. Hahaha. 
Saat memutuskan untuk kembali menulis, beberapa orang muncul memberikan apresiasi dan beberapa saran yang membangun. Saya bersyukur mempunyai pembaca. Saya rindu lho mempunyai pembaca setia. Ada gak ya yang setia membaca tulisan saya? Kalo ada kirim testimoni donk. Betapa berharganya punya pembaca setia : )

Maret 2013 :
Saya dapat cobaan berat disini. Sayangnya saya gak punya teman berbagi karena cukup berat untuk dibagi. Lebih pasnya, ini adalah konflik intrapersonal. Konflik antara saya vs saya. Saya begitu terpukul saat itu, namun dibalik pergumulan itu ada kebijaksanaan baru yang terbentuk dalam karakter saya. Saya merasakan perubahannya hingga sekarang. Thanks God, Engkau begitu setia mendampingiku.

April 2013 :
Ini bulan spektakuler bagi saya karena ada moment spektakuler disini. Saya bersama 9 orang lainnya dari USU dipercaya untuk mengikuti Leadership Camp dari Indofood dan tak tanggung-tanggung, pelatihan diadakan langsung di Markas Besar Akademi Militer Magelang. Pelatihan yang sungguh luar biasa dan melahirkan banyak hal positif dari diri saya. Ini juga kali pertama saya bisa mengunjungi Kota Yogyakarta. Kota yang tersohor dengan Malioboronya dan yang hanya bisa saya lihat dari televisi sebelumya. Saya suka kota itu, saya ingin kesana lagi. Di bulan ini, saya juga dipercaya pihak Konsul AS di Medan untuk menjadi MC acara kemanusiaan yang kebetulan digelar di kampus saya. Pengalaman yang sangat berharga.




















Mei 2013 :
Di bulan Mei saya berjuang mendampingi adik-adik asuh saya yang akan mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri. Susah-susah gampang menjadi pengajar, walau tanpa skill mengajar sebelumnya, saya senang bisa berbagi ilmu dengan adik-adik asuh saya di KABEL (Kampoeng Belajar). Perjuangan tanpa pamrih bukan tidak ada pamrihnya, saya belajar berkontribusi dalam keterbatasan dari kewajiban saya yang satu itu. Senang rasanya ada beberapa orang adik-adik yang lulus ke PTN walau dengan bimbingan seadanya dari kami.

Juni 2013 :
Setelah sekian lama vakum dan mangkir dari komitmen skripsian, saya dapat ilham untuk benar-benar fokus mengerjakan skripsi. Dalam satu bulan saya mengerjakan kuesioner dan bersiap untuk penelitian.

Juli 2013 :
Seluruh hidup saya, saya dedikasikan untuk skripsi! Hahaha *lebay
Tapi itulah kenyataannya, tiga hari penelitian di awal bulan Juli, lalu dua minggu finishing skripsi (dari bab 4-6) ditambah satu minggu lagi untuk revisi. Akhir bulan Juli, saya langsung ujian meja hijau. Kecepatan tinggi kan? Itu namanya skripsi akselerasi :D


Agustus 2013 :
Tiada pencapaian di bulan ini kecuali quality time with family. Saya hampir sebulan liburan dirumah sembari menunggu waktu wisuda.

September 2013 :
Wisuda. Moment yang sangat ditunggu kedua orang tua saya. Kata Mama saat nama saya dipanggil ke podium, Mama menangis. Dia terharu karena sudah berhasil berjuang demi gelar sarjana puterinya yang satu ini. Walau tidak mudah menguliahkan saya, tapi Tuhan Maha Baik, selalu membantu keuangan kami dengan berbagai cara. Makasih ya, Mama dan Bapak.


Oktober 2013 :
Saya mulai stress ringan karena pengangguran dan tidak punya rutinitas yang produktif. Ini adalah bulan depresi saya, ditambah lagi saya sempat sakit dan harus pemulihan berminggu-minggu di rumah. Satu-satunya orang yang menyabari saya ya cuma pacar. Terimakasih ya, dukunganmu sungguh luar biasa. Kamu adalah orang pertama yang sungguh mengerti diri saya dan segala sifat-sifat saya. Bahkan kamu mengerti 'Metode Pertahanan Ego' ala seorang evi.

November 2013 :
Saya memutuskan untuk aktif lagi menjadi volunteer. Kembali lagi ke rumah Narkotika dan HIV/AIDS. Bertemu orang-orang dengan sifat yang berbeda dan agak nyeleneh. Tapi semuanya membuat saya belajar. Saya berusaha tidak membatasi diri saya dalam hal apapun. Dari pekerjaan ini saya rindu menyingkirkan segala batas diri yang saya buat sendiri.


Desember 2013 :
Bulan ini bahagia karena pacar sidang meja hijau. Rasanya lega bisa menemani dia hingga ujung perjuangannya di bangku kuliahan seperti dia yang setia menemani saya berjuang untuk gelar sarjana saya. Selamat ya, Steady Novrianto, S.Sos. Kita sekarang sekasta :p Welcome to the real life!



Inilah rangkaian flashback saya untuk tahun 2013 yang penuh perjuangan. Saya juga ingin berterimakasih untuk semua orang yang telah memberikan saya pelajaran dan kesempatan untuk bisa bergabung dalam moment-moment luar biasa setahun ini. Walaupun saya kehilangan seseorang di tahun ini, saya percaya itu adalah bagian dari perjalanan yang pelabuhannya masih jauh.

Terimakasih buat keluarga saya, yang walaupun masih jauh dari kesempurnaan tapi bisa jadi alasan untuk saya bertahan demi mimpi saya membawa orangtua saya ke tempat impiannya. Terimakasih untuk sahabat-sahabat saya, Jane, Henny, Shelly tempat saya curhat di Medan. Tanpa kalian, saya mungkin hanya punya satu sahabat di Medan sana. Terimakasih untuk Steady dan segala perjuangan kita yang ga bisa digantikan dengan apapun juga. Kita belajar, berproses dan mengerti satu sama lain dengan begitu hebatnya. Entah kemana nanti ujung perjalanan ini. Seperti yang kamu bilang: "selalu ada jalan kok." :')

Terakhir, saya sungguh percaya bahwa: "Everything happens with a reason." I truly believe that! Apapun yang sudah terjadi di tahun ini, saya yakin selalu ada alasan di baliknya. Thanks God, for everything You has given to me.

Sabtu, 07 Desember 2013

I Even Can't Forget My Daddy's Love

"The reason why daughter's love their Dad the most is : that there is at least one man in this world who will never hurt her."
Beberapa hari ini kebetulan saya sering sekali membaca cerita tentang Ayah. Mungkin hanya kebetulan terlintas di setiap sosial media yang saya akses, tapi dari kebetulan inilah saya tergerak menuliskan cerita tentang Bapak saya. As I know, ini adalah kali pertama saya menuliskan cerita tentang Bapak. Agak canggung sih, tapi memang ada kerinduan untuk ini.

Dari kecil, saya sudah terbiasa ditinggal bekerja oleh Bapak saya. Entah itu saat dia masih bekerja di perusahaan asuransi tempatnya pertama kali bekerja ataupun saat dia sudah kehilangan pekerjaan itu dan mulai berganti-ganti pekerjaan dari yang satu ke yang lain, Bapak memang tidak biasa menghabiskan banyak waktu berada dirumah.

Bapak selalu punya kesibukan diluar rumah, entah itu urusan pekerjaan, mencari nafkah ataupun banyak hal lainnya. Bisa dikatakan kedekatan saya dengan Bapak jauh berbeda dengan kedekatan saya dengan Mama. Jika dengan Mama, saya terbiasa curhat-curhatan mulai dari masalah pendidikan hingga pacar, lain halnya dengan Bapak yang sepertinya sulit sekali saya ajak bercerita seperti dengan pada Mama. Mungkin saya yang canggung memulainya, atau mungkin juga karena tidak pernah dibiasakan dari kecil. Obrolan kami hanya sebatas hal-hal umum saja, meski terkadang Bapak saya yang punya selera humor terkadang mengajak kami semua bersenda gurau.

Dari sedikit cerita menyentuh tentang Bapak saya, ada satu peristiwa yang saya ingin bagikan tentang Bapak saya. Cerita yang sampai membuat saya menangis ketika peristiwa itu baru saja berlalu, cerita yang menyadarkan saya bahwa pengorbanan seorang Bapak memang nyata di hidup saya.

Saya lupa waktu itu tahun 2010 atau 2011, pernah sekali setelah libur Natal dan Tahun Baru saya hendak pulang ke Medan, kota tempat saya merantau karena menempuh pendidikan sarjana saya. Saya memilih kembali ke Medan pada hari terakhir libur karena masih ingin berlama-lama dirumah.

Kalau saya tidak salah, waktu itu tanggal masuk kuliah adalah tanggal 6 Januari dan saya kembali ke Medan pada tanggal 5 Januari. Salahnya saya di hari itu adalah saya memilih berangkat sore (sekitar jam 3) dari rumah, saya tidak menyangka bahwa puncak arus balik (khususnya arus balik mahasiswa) adalah di tanggal 5 Januari itu. Dengan santainya saya pergi jam 3 dari rumah dan menuju terminal bus yang dari dulu sudah menjadi pilihan angkutan saya jika hendak pulang-pergi Medan-Siantar.

Sesampainya di terminal saya kaget bukan main melihat penumpang membludak dan ternyata sudah menunggu berjam-jam untuk bisa pulang ke Medan. Perasaan panik saya terjawab ketika bagian loket mengatakan tiket sudah habis dan tidak dijual lagi karena ledakan penumpang sudah tidak sebanding dengan bus yang tersedia. Saya tidak putus asa. Saat itu saya langsung mendatangi beberapa taksi dan alternatif angkutan lain selain bus itu untuk tetap bisa pulang ke Medan. Satu jam saya mencari-cari, ternyata tiket sudah tidak dijual lagi. Masalahnya sama, penumpang meledak sedang angkutan terbatas. Kecewa dengan hal itu, saya kembali pulang kerumah.

Dirumah ada Bapak yang pertama sekali melihat kedatangan saya. Bapak terkejut kenapa saya kembali lagi kerumah. Setelah saya ceritakan kenapa, Bapak langsung mengambil hp dan menghubungi beberapa temannya yang berkerja di jasa angkutan. Kecewa, semua teman Bapak mengatakan bahwa bus/taksi sudah penuh dan tiket sudah habis.

Bapak yang melihat saya panik, langsung memutar kepala untuk mencari solusi. Saya benar-benar harus pulang hari itu juga karena esoknya saya ada tiga mata kuliah yang dimulai dari jam 8 pagi. Pikir punya pikir akhirnya Bapak memutuskan bahwa dia akan menemani saya mencari bus apa saja yang bisa mengantarkan saya ke Medan, tapi kali ini tidak di terminal tempat saya pertama sekali mencari bus. Kami berburu bus ke Terminal Parluasan karena menurut Bapak, lebih banyak bus ke Medan lewat stasiun ini.

Sampai di terminal kami juga kaget karena di terminal ini, calon penumpang ke Medan jauh lebih banyak dan 80% nya adalah mahasiswa sama seperti saya. Bapak dan saya sepakat tetap menunggu tapi hanya maksimal satu jam. Jika lewat dari satu jam menunggu bus tak kunjung datang, maka saya akan batal pulang.

Hampir setengah jam menunggu, tiba-tiba mucul satu bus besar yang kosong. Mungkin tadinya bus ini tidak akan jalan, tapi melihat jumlah penumpang yang membludak akhirnya bus ini keluar dari garasinya. Dari jarak 200m dari kedatangan bus, penumpang sudah siap sedia untuk berebut kursi kosong di bus itu. Ada ratusan penumpang yang sudah menunggu, sementara kapasitas bus tak kurang dari 100 orang. Tak perlu membeli tiket terlebih dahulu jika memakai sistem berebut seperti itu. Tiket akan dibayar di dalam.

Melihat ratusan orang yang akan berebut masuk ke dalam bus tersebut, Bapak saya langsung mengambil inisiatif untuk ikut dalam rebutan kursi itu. Bapak bilang "Pi, nanti biar aku aja yang rebut kursimu. Nanti kalo udah dapat kursi, Bapak langsung duduk terus Bapak panggil kau dari dalam. Nanti kau masuk, langsung gantikan tempat Bapak duduk, soalnya kalo main rebutan gini siapa yang kuat itulah yang menang."

Meski kaget dengan ide Bapak, saya setuju. Waktu itu kebetulan juga hujan sedang turun. Tidak deras memang, tapi cukup untuk membuat baju basah kuyup. Saya menunggu di bawah atap terminal dan dengan jeli melihat ke arah Bapak. Benar saja, begitu bus berhenti ratusan orang langsung berebut masuk kedalalamnya. Semuanya tidak peduli dengan satu sama lain. Sistem rebutan yang benar-benar memakai hukum rimba. Tujuannya adalah bisa mendapat tempat dalam bus. Sampai banyak yang berdiri dan tidak peduli, asal dia bisa masuk bus dan diantar ke Medan.

Sekitar 15 menit aksi dorong-dorongan dan rebutan terjadi, saya melihat Bapak melambaikan tangan dari tempat duduk dekat jendela. Artinya saya yang tadi berlindung dari hujan harus masuk ke bus untuk menggantikan tempat Bapak. Di bus sudah banyak orang yang berdiri dan saya harus berjuang untuk bisa meraih tempat duduk Bapak. Sedih sekali karena begitu saya sampai ke tempat Bapak duduk, saya melihat dia sudah basah kuyup karena aksi rebutan tadi.

Sebaliknya, Bapak kelihatan begitu lega karena berhasil mengambilkan satu tempat duduk untuk puterinya padahal banyak orang yang sampai harus berdiri karena tidak mendapat tempat. Setelah menggantikan tempatnya, saya menyalam Bapak untuk pamitan dan Bapak kembali harus berjuang untuk bisa keluar dari bus yang penuh dengan himpitan orang-orang yang berdiri itu. Sampai saya melihat Bapak berhasil keluar, saya mendadah Bapak lalu bus segera berlalu.

Saya sampai menangis waktu itu teringat Bapak yang basah kuyup karena keteledoran saya yang pulang di sore hari. Seharusnya jika ingin mendapatkan bus, saya harus pulang sejak pagi harinya. Dan yang paling sakit waktu itu adalah saya bahkan tidak sanggup mengatakan betapa saya terharu dan berterimakasih untuk pengorbanan Bapak kali itu.

Dan di hari itu saya percaya bahwa pengorbanan seorang Ayah itu sungguh nyata meski tidak sesering yang kita lihat dengan pengorbanan yang dilakukan oleh seorang Ibu. Sejak hari itu saya percaya bahwa kasih sayang seorang Ayah tidak kalah dengan kasih sayang seorang Ibu. Seketika saya ingin memeluk Bapak waktu itu, sedih sekali karena saya bahkan sudah tidak ingat kapan terakhir kalinya memeluk Bapak.

Sahabat, jangan pernah meragukan kasih sayang Ayah kalian. Ayah/Bapak/Papa/Papi/Abi atau entah apapun kalian menyebutnya. Mereka mungkin terkesan diam dan tidak peduli, tapi kita tidak pernah tahu apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan terlebih apa yang mereka sudah lakukan untuk kita, putera-puteri tercintanya. Love U'r Daddy like U Love U'r Mom. Kasih Ibu sepanjang masa, kasih Ayah bisa jadi tidak terlihat mata. Tapi jika kita membuka mata lebar-lebar, pengorbanan seorang Ayah sesungguhnya nyata dan tidak ternilai dengan apapun jua.




One day an 11 year old girl asked her daddy,
“What are you going to get me for my 15th birthday?”
The father replied, “There is much time left.”

When the girl was 14 she fainted and was rushed to the hospital.
The doctor came out and told her dad she had a bad heart; she is probably gonna die
When she was lying in the hospital bed she said
“Daddy,. have they told you i am going to die ?”
The father replied no you will live as he left weeping.

She said “How can you be sure.”
He turned around from the door and said “I know.”
.
She turns 15 when she is recovering and comes home to find a letter on her bed. It says ;
“My Dearest Daughter, if you are reading this it means all went well as I told you.

One day you asked me what I was giving you for your 15th birthday,
I didn’t know then but now my present to you is MY HEART.” Her father donated his heart ♥

Jumat, 22 November 2013

Ternyata Testimoniku Bisa Menggugah

Beberapa waktu lalu, Bapak Josef Bataona (Head Director of Human Resources PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk) mengirim pesan pada saya. Intinya adalah beliau minta izin untuk sharing kisah blog saya sebagai bahan presentasi beliau di IPB akhir bulan Oktober lalu. Ya jelas saya bangga bukan kepalang. Kisah yang tadinya hanya menetap di blog kini bisa disiarkan hingga pulau seberang lewat beliau. Ups, ia. Sebelumnya saya ingin bercerita tentang siapa Bapak Josef Bataona dimata saya.

Bertemu beliau di pertengahan Januari lalu membuat saya punya bingkai pikiran tersendiri tentang beliau. Saat itu beliau membawakan presentasi bagi ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Camp I ‘Beasiswa Indofood Sukses Makmur, Tbk Batch V’ (BISMA Batch V) yang diadakan di Pusdiklat Indofood - Cibodas. Rasanya pepatah ‘tidak ada sesuatu yang kebetulan’ ataupun pepatah ‘everything happens with a reason’ cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama saya dengan beliau.


Sebelum beliau tampil mengisi materi, panitia acara (officer) mengumpulkan 13 mahasiswa perwakilan 13 universitas yang tergabung dalam Camp BISMA untuk berfoto dalam simbolisasi pemberian Beasiswa Indofood Sukses Makmur, Tbk. Saya juga bingung mengapa waktu itu bisa terpilih mewakili USU padahal saya bukanlah PJ Universitas. Nah, karena terpilih menjadi salah satu perwakilan itulah saya mendapat tempat duduk paling depan. Dan sesaat setelah moment simbolisasi itu, pak Josef langsung memberikan materi. Keuntungannya adalah saya mendapat tempat paling depan untuk mendengarkan materi beliau. Mungkin jika saya duduk di tempat paling belakang waktu itu, saya tidak akan fokus mendengarkan beliau, dan karena tidak fokus mungkin saya juga tidak akan mencari tahu lebih dalam tentang beliau.

Ada beberapa alasan mengapa saya bisa terinspirasi dan mengidolakan beliau. Tapi sebelum saya tahu lebih banyak tentang beliau, pertemuan pertama memang sudah memberikan kesan tersendiri pada saya bahwa beliau bukan orang biasa. Masuk keruangan dengan stelan wardrobe yang tidak terlalu formal, waktu itu beliau mengenakan kemeja kotak-kotak lengan panjang berwarna merah marun dan putih dipadu jins biru plus ikat pinggang hitam. Jika sebelum-sebelumnya kami bertemu dengan pemateri yang berpakaian cukup formal seperti Pak Sujarwo dan Pak Dadit, kali ini pemandangannya cukup berbeda. Bukan hanya soal wardrobe itu, saya juga memperhatikan postur tubuh beliau yang saya pikir tidak seperti postur tubuh Bapak-bapak pada umumnya. Perutnya rata, badannya proporsional dan terlihat begitu fit. Dalam sesi materinya ternyata saya baru tahu bahwa beliau berkomitmen menghabiskan waktu 3-4 kali seminggu untuk nge-gym, sit up 300 kali tiap olahraga dan memilih untuk naik tangga (bukan lift) jika ingin mencapai ruangan kantornya. Itu luar biasa!! (*sambil melirik timbunan lemak di perut)

Berikut beberapa alasan mengapa saya menempatkan beliau sebagai sosok inspirator dalam hidup saya. Pertama, beliau adalah salah satu contoh anak pedalaman yang bisa sukses di kota besar. Bukan hanya dikota besar, namun regional Asia-Pasifik. Beliau hanya anak pedalaman dari sebuah pulau terpencil bernama Lembata di ujung Flores. Saya sendiri tidak pernah mendengar nama tempat itu.

Kedua, beliau berani mengambil keputusan keluar dari kampung halamannya dengan hanya bermodal percaya dan restu orangtua. Untuk bisa kuliah beliau mencari uang sendiri dengan bekerja part time. Pastinya lelah sekali ya, tapi itu tidak menyurutkan semangat beliau untuk sebuah pencapaian yang lebih baik lagi. Keberanian seperti itulah yang rindu saya rasakan ada dalam diri saya.

Ketiga, beliau punya segudang prestasi. Saat mengawali materi beliau sempat memperkenalkan dirinya dan juga prestasi yang pernah ia dapatkan. HR Executive of The Year, Tokoh HR Inspiratif 2009, Best Contribution to HR Community Award, No.1 HR Professional, Asia’s Best Employer Brand dan banyak lagi prestasi beliau yang membuat mata saya terbuka lebar membacanya. Prestasi-prestasi gemilang yang juga sangat membuat iri (in a positive way). Saya ingin menorehkan prestasi semacam ini suatu saat nanti.
 
Keempat, selain bekerja sebagai direktur HR, ternyata beliau juga seorang PENULIS yang handal! Wow!! Beliau punya blog pribadi dan rutin menuliskan artikel baru setiap minggunya. Ini yang membuat saya terinspirasi untuk menulis. Boleh dicek di blog saya, saya baru mulai gencar menulis lagi sejak Februari 2013 – setelah camp I BISMA – dan setelah saya rutin membaca tulisan di blog beliau. Tulisan-tulisan beliau begitu menggugah saya untuk membangunkan kembali hobi menulis yang sudah lama mati suri. Sangat sulit memulainya waktu itu, rasanya canggung ketika menulis artikel pertama. Banyak redaksi kata yang salah dan harus dibaca berulang kali untuk memastikan tidak ada kata yang ‘miss’.

Alasan keempat ini yang membuat saya sangat terinspirasi dengan beliau. Rasanya wajar jika mengidolakan seseorang yang punya hobby sama dengan kita. Pernah waktu itu saya menulis kisah tentang ‘Juru Parkir Penjaga Dompet’ dan sangat unpredictable karena ternyata beliau membaca kisah itu. Itulah pertama sekali beliau mengirimkan tweet pada saya dan meyakinkan saya bahwa 'memulai memang sulit, tapi jika sudah dimulai maka kita akan mengalami progress’. Tulisan demi tulisan lainnya mulai saya kumandangkan setelah itu.

Ada satu kisah cinta yang pernah saya tuliskan di blog saya, judulnya “Aku Ingat Saat Pertama Kali Jatuh Cinta Padamu, Indonesiaku”. Tulisan ini sepertinya sangat menggugah beliau hingga mengirimkan lagi tweet pada saya tentang moment rasa cinta pada negara yang bisa muncul saat kita mencium sang saka merah putih. Nah, dari situ saya semakin percaya diri untuk menulis. Hmm, apa ya? Rasanya berkat luar biasa saat ada orang yang menginspirasi saya untuk menulis, lalu tiba-tiba tulisan saya dibaca oleh dia yang menginspirasi saya..dan tidak hanya dibaca, namun juga diberikan apresiasi.

Kembali ke paragraf awal cerita ini. Beberapa waktu setelah Pak Josef presentasi di IPB dengan mengangkat sedikit kisah dari blog saya beliau kembali mengirimkan email pada saya. Isinya adalah : “Ruangan hening, ketika saya membacakan testimoni Evi, yang bisa ditemukan di 3 slides terakhir. Terima kasih untuk inspirasi dari Evi.

Wah, terharu luar biasa saat membaca email beliau. Bukannya mau melebih-lebihkan ya, tapi rasanya itu seperti di acara reality show Tv yang mempertemukan seorang artis dengan fansnya. Rasanya sama semisal saya yang ngefans sama Raditya Dika tiba-tiba diajak Dika nulis bareng di novelnya. Atau semisal saya yang ngefans sama Agnes Monica tiba-tiba diajak berduet di single terbarunya (*khayalan keterlaluan). Hahaha. Tapi begitulah rasanya.

Tidak pernah terpikir bahwa testimoni di blog saya bisa menggugah orang-orang walaupun ceritanya dikisahkan lagi oleh orang lain. Bukan saya mau menyombong, tapi sungguh moment ini membuat saya jauh lebih punya ‘appreciation’ terhadap diri saya, membuat saya lebih percaya diri dan percaya bahwa saya bisa melakukan segalanya.

Berikut sepenggal artikel blog Bapak Josef Bataona yang mengisahkan tulisan dari blog saya:

Kesaksian yang Menyentuh
Evi H. Saragih, salah seorang peserta Indofood Leadership Camp, menemukan titik balik dalam kehidupannya. Atas izin Evi, tiga slide berikut ini saya jadikan bagian dari presentasi saya di IPB, dan sekarang saya bagi untuk pembaca semuanya. 




Sudah berapa kali kita mendengarkan dan/atau mengucapkan Sumpah Pemuda? Ini merupakan komitmen yang sangat powerful oleh pendahulu kita, dan sekarang kita menikmatinya. Sudah berapa sering kita mengeluh tentang berbagai kenyataan yang tidak menyenangkan di Bumi Pertiwi ini?? Tidak terhitung!! Dan tentu saja lebih relevan untuk bertanya: “Apa yang sudah kita lakukan untuk turut membawa bangsa dan Negara ini ke tingkat yang lebih baik??”

Semoga kesaksian singkat dari Evi Saragih, bisa memberikan kita inspirasi untuk turut menyadari dan mengambil langkah, karena: Negara dan Bangsa menanti Darma Bakti Kita semua. Terima kasih Evi!! 


Atau sahabat sekalian bisa membacanya disini :
Saya jadi ingat salah satu cara ampuh untuk menginspirasi orang lain. Cara tersebut menyiratkan adanya hubungan sebab-akibat. Dikatakan bahwa “Jika ingin menginspirasi oranglain, maka terinspirasilah terlebih dahulu”. Seperti Bapak Josef Bataona yang membuat saya terinspirasi untuk menulis, maka saya bisa menginspirasi orang lain lewat tulisan saya. Terimakasih kembali Pak Josef!!

Jumat, 25 Oktober 2013

Ini Jawabanku : "Banyak Maunya Hingga Bingung Apa Passionku"

Jumat, 11 Oktober kemarin aku sempat memposting artikel di blog ku yang berjudul : "Aku Tidak Menganggur, Aku Menunggu". Atau sahabat sekalian bisa melihatnya disini :

Beruntung pada hari ini (Jumat, 25 Oktober 2013) aku mendapatkan jawaban dan refleksi atas apa yang menjadi keresahan di tulisanku yang sebelumnya.

Bapak Josef Bataona, HR Director Indofood dengan baik hati meluangkan waktunya untuk sebuah artikel yang menjawab keresahanku akan pilihan perjalanan job yang sudah didepan mata. Berjudul "Banyak Maunya Hingga Bingung Apa Passionku" menjadi perenungan ampuh di pagi hari ini.

Aku akan tuliskan tiga pertanyaan refleksi yang beliau ingin aku pertimbangkan dan jawab:
  • Pernahkan terpikir bahwa sebetulnya doaku sudah dikabulkan? Sudah ditawari pekerjaan?
  • Mungkinkah kesempatan kerja yang ada di depan mata ini sesungguhnya merupakan batu loncatan untuk destiny berikutnya, karena ada pengetahuan dan pengalaman yang perlu diperoleh agar pekerjaan sesuai passion itu bisa optimum?
  • Sudahkah digali, apakah ada elemen yang diperlukan untuk pekerjaan sesuai passionku, justru dipelajari dari pekerjaan yang sudah ditawari ini?

Selengkapnya bisa sahabat baca disini :
http://www.portalhr.com/blog/josefbataona/inspirasi/banyak-maunya-hingga-bingung-apa-passionku/ 

Bersyukur pada Tuhan karena masih ada orang baik dan berpengalaman yang bersedia membantu menjawab keresahan akan perjalanan job yang kualami saat ini. Artikel beliau juga menuntunku kepada beberapa point penting yang membuka pikiranku akan pertimbangan-pertimbangan yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Diatas segalanya, aku berharap bisa mengambil keputusan yang tepat akan pilihan yang kini berada di depan mata. Terimakasih Pak Josef. Keep Inspiring Others! 

Jumat, 11 Oktober 2013

“Aku Tidak Menganggur, Aku Menunggu”

Siang yang mendung, aku berdiam di kamarku dan tidak melakukan apapun. Yah, daripada ngga ngapa-ngapain aku memilih untuk hidupin laptop. Pas laptop udah menyala, aku malah bingung mau ngapain. Okelah, aku akan menulis. Menulis dan menulis kisah hidup sebagai pengangguran yang kualami sekarang.
Namaku resmi bertambah empat huruf tepat 7 September lalu. Empat huruf yang kuraih dalam kurun waktu tepat empat tahun. Apa itu artinya satu huruf kuukir selama setahun? Halagh, apa sih? Tidak terlalu excellent memang, karena empat huruf yang kumaksud itu S.Sos bukan tiga huruf keren semisal DSW atau P.hD. Oke oke, DSWnya nanti menyusul yah. Santai saja..
Hampir satu bulan aku menghabiskan waktuku dengan kegiatan yang begitu-begitu saja. Sedih sekali mengatakan bahwa aku pengangguran. Rasanya itu sebuah kata yang buruk. Kata yang dipandang orang dengan sebelah mata dan kata yang cukup potensial untuk bisa membuat orang lain tersenyum sinis. Bangun pagi, aku merapikan kamar kost. Mulai mencari-cari kegiatan seperti sekedar bolak-balik kampus untuk mengurus transkrip (padahal sampai sekarang belum jua kelar), atau menyuci pakaian, menyetrika, searching pekerjaan di situs job vacancy dan beberapa pekerjaan non-prestige lainnya.
Sedih ya memang jadi pengangguran. Waktu itu seminggu pasca wisuda, aku dan teman dekatku janjian mengambil foto-foto wisuda di auditorium dan setelahnya kami sepakat untuk menghabiskan segelas capucino bersama. Kami berbagi pengalaman pasca seminggu sarjana dan sepakat menyatakan bahwa kami mulai kebingungan melangkah. Tidak hanya itu, kami juga mulai terbeban pertanyaan-pertanyaan dari orangtua tentang apply pekerjaan, tentang langkah selanjutnya dan yang paling parah adalah kami mulai ‘stress ringan’ karena terjebak dengan rutinitas -gak tau mau ngapain- sepanjang harinya. That’s terrible, baby!
Jangan bilang kalau aku tidak melakukan apa-apa. Aku tahu pekerjaan seperti apa yang kuinginkan. Hingga saat ini aku sudah tiga kali melamar pekerjaan di bidang yang kuinginkan itu. Tapi yah, begitulah. Mungkin Tuhan bilang ‘belum’. Pada satu kesempatan di akhir September aku bertemu Bapak Deni Puspahadi -CSR Manager Indofood- dan beliau menawarkan pekerjaan di perkebunan untukku. Pekerjaan di PT.PP London Sumatra (Lonsum). Lonsum ini semacam salah satu perkebunan sawit terbesar di Indonesia dan sudah menjadi salah satu anak perusahaan Indofood (IndoAgri).
Aku akan ditempatkan di posisi mana saja yang membutuhkan tenaga baru. Tapi ya, persoalan lain muncul lagi. Ada satu kata yang cukup menggangu pikiranku terkait ini semua. Dan satu kata pecicilan nan nakal itu ialah “PASSION”. Aku tahu pekerjaan yang ditawarkan Pak Deni bukanlah passionku. Inginnya sih bekerja di isu sosial-kemanusiaan, sedang pekerjaan yang ditawarkan Pak Deni bisa jadi di bagian administrasi, HR, auditor atau apapun itu yang tidak berkaitan dengan dunia sosial-kemanusiaan.
Kembali teringat sesi ‘Passion’ bersama Mas Rene. Mas Rene bilang terkadang pencari kerja memang terjebak dalam dua kondisi yakni : mengapply pekerjaan yang tersedia VS menunggu pekerjaan yang sesuai dengan passion. Mengapply pekerjaan yang tersedia memang lebih mudah karena kita tinggal searching/tanya/mengambil pekerjaan apa saja yang ditawarkan. Tinggal siapkan segala keperluan yang terkait dunia pelamaran kerja saja dan sisanya adalah belajar di dalam. Tapi pertanyaannya, itukah pekerjaan yang sesuai dengan yang hatimu inginkan? Apa kau akan bekerja dengan hatimu saat kau dapat pekerjaan yang bukan hatimu mau? Huft, pantas saja Mas Rene bilang : “Your Job Is NOT Your Carrer”. Karena kebanyakan orang cenderung ingin bekerja ‘apa saja yang tersedia’ dibanding menggali potensi utama dari dirinya dan mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan potensinya itu.
Aku terus-menerus terjebak dengan pikiranku sendiri. Takut dibilang sombong karena pilih-pilih pekerjaan, tapi seriously, I do really know where the place I must join together. I want to be a right woman on the right place. Aku ingin bekerja itu nggak asal-asalan. Aku ingin bekerja itu pakai hati, sehingga aku bisa berkarya maksimal. Sehingga bekerja bukan lagi sebuah beban bagiku karena aku bahagia melakukannya. I know my talent, that’s why I want to maximize it on the right place. Aku rindu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan passionku, sehingga aku nggak perlu terus-menerus melihat jam dan menunggu waktu pulang karena aku tersiksa di pekerjaan yang ‘bukan aku’.
Beberapa minggu ini aku mulai mendoakan pekerjaan ku. Ini semacam therapy untuk mengalahkan keegoisanku. Apa yang kuanggap benar kan belum tentu juga dianggap benar olehNYA. Aku mulai berdoa, aku mulai meminta agar Tuhan mendekatkan aku ke pekerjaan yang memang passionku, dan aku berharap ini bukan wujud ego ku, melainkan wujud dari sebuah kerinduan bahwa aku ingin bekerja dengan hati, aku ingin berkarya maksimal di tempat yang nantinya Tuhan percayakan untukku. Aku sedang berjuang sekarang. Aku bukan pengangguran, aku bukannya tidak ngapa-ngapain. Aku menunggu Tuhan tempatkan aku di tempat yang seharusnya IA inginkan aku berada dan berkarya. Aku ingin bahagia dengan pekerjaanku. Aku ingin bekerja diatas pijakan intuisiku. Karena kuyakin aku akan bahagia dengan itu. Steve Jobs bilang : Have the courage to follow your heart and intuition.Itulah kunci kebahagiaan hidup menurut Jobs : mengikuti kata hati! So.. May God leads all the job seekers!

Senin, 07 Oktober 2013

Transisi VS Zona Nyaman


Agustus sepertinya menjadi bulan yang cukup bersejarah sejak tahun lalu. Terang saja, setiap kali memasuki bulan ini ada saja pergumulan berat yang harus kulalui. Ingatan membawaku ke Agustus 2011, saat aku dihadapkan pada sebuah pergumulan berat yang membuat aku sesak setiap malam dan harus menangis. Tak ada yang mampu mengobatinya hingga aku memutuskan untuk pulang kerumah karena dirumah aku takkan mungkin menangis hampir tiap malam. Bukan karena aku bahagia, tapi karena tak mungkin kulakukan itu jika tidak ingin membuat Mama cemas. Dan heloow, ini baru awal Agustus sedang aku kembali dihadapkan pada pergumulan yang hampir sama dengan Agustus tahun lalu. Aku namakan ini masa transisi! Ya, masa transisi!

24 Juli, aku bersyukur untuk sidang meja hijau yang telah berhasil kulalui. Ada perasaan lega yang sangat luar biasa saat tahu bahwa perjuangan telah selesai. Belum sadar ketika itu bahwasannya perjuangan yang sesungguhnya baru saja dimulai. Ucapan selamat demi selamat mulai berdatangan. Ucapan selamat yang ambigu, ucapan selamat yang mempunyai dua arti bagiku. Arti yang tidak perlu kusebutkan maknanya disini.

Hingga hari ini aku harus berkali-kali mengalami perpisahan dengan orang terdekatku. Mulai dari semalam dan hari ini, aku harus berpisah dengan tiga orang dan harus mendengar perpisahan yang akan datang dengan seorang sahabat dekat. Inilah yang membuatku sedikit gusar. Masa transisi itu telah di depan mata. Masa transisi yang akan membawaku ke kehidupan yang baru, yang mungkin tidak senyaman apa yang selama ini kulalui.

Setelah berpisah dengan orang terdekat yang satu, hari ini aku menemukan diriku ditinggal dua tetangga kost yang telah tiga tahun menjadi tetanggaku. Yang satu cewek, dan yang satu cowok. Era kost-kostanku mungkin memang sudah berlalu dan akan digantikan dengan wajah-wajah asing mulai dari bulan (semester) depan. Dan hari ini juga aku mendengar kabar perpisahan dari seorang sahabat dekatku yang akan bertolak ke negeri ginseng Korea demi beasiswa International Social Workernya.

See? Dalam dua hari aku harus berpisah dengan tiga orang dan mendengar kabar perpisahan dari seorang lainnya. Jadi jumlahnya empat orang. Empat orang yang kuyakini tidak sedang membuat janji untuk meninggalkanku. Inilah masa transisi itu. Masa transisi dari anak kuliahan ke orang dewasa yang harus bekerja dan menemukan masa depannya.

Begitu pula masa transisi sebelumnya, dari masa SMA menuju ke bangku kuliahan. Saat itu sangat mirip dengan apa yang kurasakan sekarang. Masa transisi yang menyedihkan. Masa transisi yang membuatku tidak ingin melangkah karena terlalu sayang melepas yang sebelumnya. Saat SMA aku menemukan teman-teman yang sangat baik, sangat hangat dan akrab, ditambah lagi saat itu masih sekelas dengan orang yang disayang. Dan ketika saat itu harus berakhir, aku merasakan duka yang sangat dalam karena aku tahu aku akan kehilangan hari-hari seru yang kulalui di SMA.

Waktu membawaku melangkah hingga empat tahun ke depan, tahun dimana aku sudah selesai dari masa perkuliahan. Inilah masa itu, masa yang kembali membawaku ke masa transisi selanjutnya dan masa yang kembali membawaku ke masa kecemasan seperti masa sebelumnya. Banyak yang ditakutkan, banyak yang dikhawatirkan tanpa tahu kemana arah kekhawatiran itu.

Terkadang aku penasaran, zat-zat apa saja yang menjadi komposisi otakku karena sedemikian rumitnya pikiran. Apakah ada orang lain seperti aku? Atau inikah resiko senang menyendiri? Resiko Introvert yang meyedihkan? Atau apa? Terkadang sampai iri lho melihat orang lain yang begitu gampang dan entengnya melangkah dalam hidupnya. Apakah mereka tidak secemas aku? Atau tidak adakah zat-zat seperti yang ada dalam otakku di dalam otak mereka?

Masa transisi ini sungguh sulit. Aku harus memaksa diriku untuk bisa terus maju dan perlahan-lahan meninggalkan zona nyamanku. Karena kalau tidak begitu aku akan terus terjebak dan suatu saat nanti akan menemukan diriku tertinggal terlalu jauh dari yang lainnya.

Minggu, 25 Agustus 2013

The Reason Why I Love Dolphin

Dari jutaan spesies hewan di muka bumi ini, aku menjatuhkan pilihan hati kepada lumba-lumba. Mamalia air yang satu ini telah kunobatkan menjadi binatang yang paling kusuka sejak SMP. Ceritanya konyol, bahkan sangat konyol!

Saat duduk di bangku SMP (mungkin sekitar kelas 1 atau 2) aku -untuk pertama kalinya- berlangganan serial Korea yang berjudul 'At The Dolphin Bay'. Hingga detik ini, serial itu adalah satu-satunya serial Korea yang pernah kuikuti, dari mulai tayang perdana hingga tamat. Jangan tanya kenapa, karena sesungguhnya aku 'Hater'nya Korea.

At The Dolphin Bay bertemakan drama romantis penuh cinta dan teka-teki yang benar-benar menyentuh hati. Aku bahkan menghapal beberapa lagu serialnya, seperti lagu It's a long~long journey, atau lagu penutup film itu yang sampai kini aku tak lupa liriknya. Wo tse zhong ai zhe li ai de wei xiao, i lu xiao se ciao wo i se te mei hao' (semoga tidak salah penulisan yah :p) Hahaha.

Lupakan tentang temanya! Hal yang paling kuingat dari serial itu adalah Teluk Biru nan damai yang didaulat namanya sebagai 'Teluk Lumba-lumba' atau 'The Dolphin Bay'. Dari sinilah kecintaanku terhadap lumba-lumba dimulai. Aih, binatang itu super duper triple WOW lucunya!!



Dan setelah membaca tulisan dibawah ini, aku semakin mantap untuk tidak melepas lumba-lumba sebagai binatang kesukaanku kecuali jika tanganku digigit sampai putus jika aku ingin menyentuhnya suatu saat ini.


Diambil dari tulisan Mbak 'Windy Ariestanti' :
"Cerita Lumba-lumba dalam Mitologi Yunani"

Pada gulungan ombak di samudera nan biru, Amfitrite -peri laut nan jelita- putri Nereos dan Doris senang berlari-larian dan menari diatasnya. Ketika air laut pasang surut, saat itulah bibir pantai menjadi panggung bagi Amfitrite menari. Tariannya begitu indah hingga semua makhluk yang melihatnya pasti terpesona. Diantara yang terpesona itu, adalah Poseidon ataupun yang dikenal sebagai 'Dewa Neptunus'. Sang Dewa Laut ini melihatnya menari di Pulau Naxos. Saat itulah Poseidon jatuh cinta kepada Amfitrite. Ia melakukan beragam cara untuk merebut hati sang peri laut diantaranya menciptakan seekor ikan. Ikan yang diciptakan secara khusus oleh Poseidon kali ini adalah jenis ikan yang baru, ikan yang bisa menari, menyanyi dan berbicara. Ikan ini diberi nama 'Lumba-lumba'. Poseidon memerintahkan ikan ini menemui Amfitrite untuk menyatakan isi hatinya. Lumba-lumba menjalankan perintah penciptanya. Ia menemui sang peri laut dan menyampaikan perasaan sang dewa laut lewat nyanyian dan tarian. Terpesona dengan cara lumba-lumba menyampaikan isi hati tuannya yang begitu menarik, hati Amfitrite luluh. Ia menerima lamaran Poseidon.  Karena disunting oleh Poseidon, sang dewa laut maka Amfitrite pun menjadi sang ratu laut. Dari semua makhluk di laut, lumba-lumbalah yang menjadi kesayangannya. Lumba-lumba selain menjadi penarik kereta kristal sang ratu laut : Amfitrite, juga menjadi penarik kereta raja laut : Poseidon.

Itulah sepenggal cerita versi Mitologi Yunani tentang ikan yang dipercaya bisa menari, menyanyi dan berbicara ini. Banyak dongeng yang menceritakan tentang Lumba-lumba, tak hanya soal Poseidon - Amfitrite, tetapi juga bagaimana pelaut pernah diselamatkan oleh mereka.

Umh, how I love those Dolphins :') 

Kamis, 08 Agustus 2013

Dari Sahabat ODHA : Disaat Cinta Tidak Memiliki Mata

Kamis di bulan Juli, hari ini tampak terlewati begitu saja, sharing new life juga belum menyentuh diriku yang seorang melankolis ini yang biasanya nyaris tertetes air matanya disaat seseorang bercerita. Matahari pun telah menyembunyikan dirinya, dan diganti dengan tetesan hujan yang turun cukup deras. Disaat aku sibuk menghibur diri dengan segudang pertanyaanku pada seorang wanita, tiba-tiba muncul sepasang manusia yang sedang dilanda cinta. Mereka berdua menarik perhatianku, rasa ingin tahu ku pun muncul kembali dalam hati bertanya “Ngapain sih orang ini, hujan-hujan datang ke DIC? Berdua lagi?” Dan ternyata bukan hanya aku saja yang penasaran, seorang wanita tua di depanku juga penasaran. Dan nenek ini pun langsung mengintrogasi mereka. Sepertinya kami sama-sama ekstrovert.

Luar biasa..!! Salah satu dari pasangan ini adalah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Sang wanita yang cantik, berpendidikan, dan memiliki pekerjaan yang menarik mencintai pria yang memiliki virus didalam tubuhnya. Apakah cinta itu buta sehingga tidak memandang kekurangan bahkan latar belakang masa lalu dari pasangannya?

ODHA memiliki hak untuk mencintai dan dicintai, hak untuk memiliki dan dimiliki. Mereka sama, tidak ada yang membedakan, tetapi apakah jika seorang yang positif HIV bisa memiliki seorang yang negatif HIV?Atau dia harus menyembunyikan statusnya supaya dia bisa bersama orang yang dicintainya supaya orang itu tidak lari darinya? Menurutku, ada baiknya status itu diungkapkan jika ingin menikah karena jika pasangan kita itu betul-betul mencintai kita, pasti dia akan menerima kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Jangan sampai membohongi diri dan orang lain, karena bisa menjadi beban pikiran.

Seorang wanita yang positif HIV pernah berkata pada saya “Saya sih dek, jika mau menikah nanti maunya sama-sama ODHA kalau yang Non ODHA ga tahu kenapa perasaanku langsung menolaknya”. Menurutku tidak ada yang salah, itu juga hak wanita ini tetapi dengan syarat jika dia dan pasangannya tetap menjaga kesehatan dan teratur terapi ARV. Karena perasaan hati seseorang tidak bisa dipaksa oleh orang lain.

Mirisnya seorang ibu berkata pedih pada saya,“Mengapa suami saya dan keluarganya harus membohongi saya dulu sehingga saya seperti ini? Kalau tau-tau kayak gini, saya tidak akan menikah dengannya”. Wauuoou..hati saya langsung teriris pedih juga, sempat terdiam memang. Dan bertanya “Apakah cinta bisa berakibat seperti ini?” Bahkan ada seorang ibu yang memiliki seorang anak yang Positif HIV menyuruh anaknya untuk tidak menikah, ibu ini takut jika cucu dan menantunya bisa tertular dan menjadi sebuah dosa yang besar bagi ibu ini. Kembali lagi ibu ini perlu diberikan informasi yang tepat pada dirinya jika masalah tersebut bisa diatasi karena sudah banyak program pencegahan terutama untuk ibu hamil.

Bahkan seorang wanita dari luar kota Medan ada yang berkata pada saya jika HIV telah mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi, dia mampu menanggapi persoalan hidupnya dengan pikiran yang positif. Memfokuskan kehidupannya untuk membahagiakan anak-anaknya, cinta yang dia punya diberi pada anaknya walaupun dia telah sendiri tanpa suami. Tidak terlarut pada kesalahan dan terus maju menatap masa depan, wanita ini menjadi motivasi bagi saya.

Masih banyak yang harus diluruskan disini, tergantung dari orang yang membaca dan menerima informasi dari segi mana. Masalah ini perlu diangkat supaya solusi bisa teratasi terutama kita masih hidup di budaya timur, mungkin masih tabu untuk membicarakan HIV/AIDS dan mengecek kesehatan dari awal.
"Intinya aku berharap cinta bisa berakhir dengan air mata bahagia bukan air mata kesedihan."
 
 
Kepedulian terhadap ODHA ini dituliskan oleh seorang sahabat baikku -aktivis ODHA- Henny Kristian Siboro. Aku menghargainya sebagai salah satu pejuang ODHA yang tidak ingin ODHA terus terstigma dan terdiskriminasi oleh orang-orang yang minim informasi akan pencegahan dan penularan HIV. See, they are not monster! HIV bukan penyakit kutukan!